Friday, 7 March 2014

Cerpen: PUISI JUARA

Ruang pertemuan itu luar biasa panasnya. Bukan hanya imbas kemarau panjang. Tapi ruangan pengap akibat listrik padam. Juga debat panas dewan juri lomba tulis puisi di kalangan penggemar Radio Masbulo.
"Ini pantas jadi juara!" kata sang ketua juri sambil mengacung-acungkan lembar naskah puisi andalannya.
"Tapi puisi ini terlalu ramai dengan kosakata," bantah salah seorang anggota juri. "Terkesan rumit, kurang padu, sehingga tidak jelas mau menggambarkan apa ...."
"Justeru itu letak keunikannya," bantah sang ketua.
Anggota juri yang lain saling berpandangan. Salah seorang di antaranya berkata: "Terus terang, saya sendiri agak bingung ...."
"Bingung bagaimana?!" tukas sang ketua.
"Puisi ini banyak menggunakan ungkapan-ungkapan tidak lazim," sejenak menelan ludahnya, "Seperti bawang bombay, bawang putih," seraya berpikir sejenak, "Kenapa tidak bawang saja?!"
"Iya iya," dukung yang lainnya. "Seperti ungkapan daun bay dan daun jeruk ... kenapa tidak daun saja?"
"Benar pak ketua," kata yang lainnya pula. "Saya kira, puisi ini terlalu vulgar. Terlalu terperinci. Padahal seharusnya dapat diabstraksikan sehingga lebih sublim. Menurut hemat saya, sublimasi merupakan kekuatan utama sebuah puisi ...."
Namun argumen tersebut dibantah anggota juri lainnya. "Sekarang sudah tidak zamannya lagi. Di era keterbukaan ini, puisi juga harus lebih membuka diri sehingga lebih mudah dipahami. Puisi harus lebih kontributif dalam menyampaikan sisi lain informasi untuk pencerahan anak bangsa."
Suasana benar-benar panas. Sementara ketua penyelenggara, pemilik stasiun penyiaran Radio Masbulo keluar masuk ruang pertemuan. Ia sepertinya rada gelisah. Mungkin karena dewan juri belum menyepakati juara-juara lomba puisi yang digagasnya untuk meningkatkan rating siaran dan iklan. Jam dinding telah menunjukkan angka duabelas tepat. Sedangkan deadline pengumuman juara telah dijanjikan pada program siaran Apresiasi Sastera jam empat sore. Mungkin karena itu, pikir ketua juri yang mulai gemas dengan debat berkepanjangan itu.
"Begini sajalah," kata ketua juri. "Tolong salah seorang membacakan puisi ini. Kita simak bersama-sama, lantas kita ambil kesepakatan. Kalau perlu dengan suara mayoritas ...."
Salah seorang juri lalu membacakannya:
"bawang bombay dan bawang putih
ditumis halus dengan garan
serai, daun bay
diharumkan daun jeruk."
"Judulnya dibacakan dulu!" interupsi seseorang.
Sang pembaca membolak-balik lembar naskah. Dahinya berkerut dalam. Dia menggeleng. "Naskah saya tidak ada judulnya, mungkin pak ketua ...?"
"Sudah lanjut saja!" tukas sang ketua.
"ditumis dalam belanga minyak panas
berbaurkan cabe kering halus hingga matang."
Melihat pemilik radio yang tadinya gelisah mondar-mandir, dan sejak puisi dibacakan terkesan antusias, sang ketua juri memamerkan kedalaman dalil analisis sasteranya. "Coba perhatikan kosakata yang digunakan. Benar-benar original. Samasekali tidak klise seperti kebanyakan puisi lainnya. Dengan setting-an keseharian, saya kira kita sependapat penulis ingin menggambarkan suasana pluralisme dalam sikon apapun. Itu tergambar dalam kalimat "ditumis dalam belanga minyak panas" ... iya kan?!"
Ekspresi para anggota juri beragam. Sedangkan sang pemilik radio tergamam. Ia hendak mengatakan sesuatu, namun gelagatnya dengan sendirinya teredam oleh gelegar suara pembaca puisi.
"Lanjut ya?"
"Lanjuuuuttt!!!" serempak didukung yang lainnya.
"saat ikan dengan air dituang dalam belanga hingga mendidih
diiringi potongan nenas dan asam jawa
serai, kunyit jangan lupa
biarkan sampai semuanya meresap ...."
Pembaca puisi terhenyak kaget. Puisinya dirampas begitu saja oleh pemilik radio, sang ketua penyelenggara. Ketua juri dan para anggota juri lainnya juga terpana. Mereka saling berpandangan. Bertanya-tanya ada apa gerangan.
"Ini resep masakan gulai asam pedas isteri saya ...," ujarnya gembira, seakan lepas dari tekanan beban berat. "waduh! Kok bisa masuk dalam tumpukan naskah-naskah puisi," sambil menggeleng bingung, "dari tadi saya diomelin ibu gara-gara iniiii ...."
Pemilik radio bergegas meninggalkan ruang pertemuan. Meninggalkan dewan juri yang kelimpungan. (@AMT. Ponti,  25/2/2014).




Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment

Kata hari ini