Semua perempuan menangis. Anda perempuan. Maka anda menangis.
Ini disebut silogisme (syllogism) yang terdiri dari dua proposisi
(pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan), dalam mana penarikan
konklusi dilakukan secara deduktif. Tapi apakah benar jika silogisme ini
disusun sbb: Semua perempuan menangis. Anda menangis. Maka anda perempuan? Justeru
kesimpulan kedua inilah yang kebanyakan mengkristal menjadi stereotip
(prasangka) dalam masyarakat kita. Padahal dalam kenyataannya, semua
lakilaki juga (pernah) menangis. Setidak-tidaknya sewaktu masih bayi dan
anak-anak. Bahkan tak sedikit jumlahnya ketika menginjak masa remaja,
dewasa, hingga menjadi orangtua (lansia). Faktor penyebabnya bisa
bermacam-macam, baik yang berhubungan dengan faktor fisis/jasmani (sakit
mata, kecolokan mata, kemasukan debu/asap, dlsb) maupun yang
berhubungan dengan faktor psikis/kejiwaan (bahagia, terharu, sedih,
dlsb). Karena itu, justeru tidak logis jika berpegang pada "mitos": Jika anda lakilaki (sejati), maka anda pantang menangis. Jika anda menangis, maka anda (digolongkan) perempuan.
Akibatnya, lakilaki menangis secara sembunyi-sembunyi atau bahkan
berusaha menahan tangis. Padahal menangis itu kodrat manusia, sama
halnya dengan tertawa.
Menangis bukan tanda kelemahan. Rasulullah SAW sendiri kerap menangis terutama di saat beliau melaksanakan sholad tahajud. Demikian juga para sahabat, termasuk Umar bin Khattab yang sangat disegani di medan jihad fisabilillah. Hanya saja menangis beliau-beliau tersebut bukanlah karena faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah pribadi, tapi karena takut (taqwa) kepada Allah SWT. Menangis karena persoalan-persoalan pribadi yang berkenaan dengan masalah romantika kehidupan memang dapat menyusutkan ketegangan (stress), penderitaan, kemarahan sekaligus melegakan hati. Tapi menangis karena Allah jauh lebih bermanfaat dan bermartabat bagi hamba-hambaNya yang beriman. Tak sedikit firman-firman Allah yang meng-apresiasi perihal menangis ini: "Dan mereka tundukkan dagunya (mukanya) seraya menangis dan mereka bertambah khusyu'" (Qs. 17: 109); "Apakah kamu heran dengan sebab berita (Al-Qur'an) ini, dan kamu tertawa dan tidak menangis, sedang kamu melengahkannya?" (Qs. 53: 59-61).
Mungkin anda pernah mendengar ungkapan "hati yang membatu" atau dalam istilah bahasa ujaran "hati betukuk". Mungkin lebih keras dari batu alami sebagaimana firman Allah: "Kemudian sesudah itu hati kamu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Dan sungguh di antara batu itu ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya, dan sungguh di antaranya ada yang terbelah, lalu keluarlah mata air daripadanya, dan sungguh di antaranya ada yang jatuh karena takut kepada Allah. Dan Allah tiada lalai dari apa yang kamu kerjakan." (Qs. 2: 74). Seperti halnya air (sungai, laut) yang mampu melunakkan (mengikis) bebatuan, batu karang sekalipun; demikianlah cucuran airmata yang mampu melunakkan hati kita yang membatu. Hati yang lunak ataupun lemah-lembut adalah hati yang peka terhadap ayat-ayat Allah: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah apabila disebut (nama) Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka dan mereka bertawakkal kepada Tuhannya." (Qs. 2: 2). Dan dalam lain firmanNya: " ... Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pengasih kepada mereka, mereka tunduk bersujud dan menangis." (Qs. 19: 58). Subhanallah!
Sungguh besar manfaat menangis karena Allah ini, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits: Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah telah bersabda, "Tidak akan masuk ke dalam neraka, seseorang yang pernah menangis karena takut kepada Allah, sehingga air susu kembali ke putingnya, dan tidak akan dapat bersatu debu saat berjihad fisabilillah dengan asap neraka jahanam." (HR. Tirmidzi). Maka kenapa anda berpantang menangis? Menangislah ... menangislah karena Allah. Menangislah selagi masih diberi umur di dunia ini, karena tidak ada gunanya lagi menangis di alam kubur dan yaumil mashar nanti. (@AMT, Ponti 1-3-2014).
Menangis bukan tanda kelemahan. Rasulullah SAW sendiri kerap menangis terutama di saat beliau melaksanakan sholad tahajud. Demikian juga para sahabat, termasuk Umar bin Khattab yang sangat disegani di medan jihad fisabilillah. Hanya saja menangis beliau-beliau tersebut bukanlah karena faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah pribadi, tapi karena takut (taqwa) kepada Allah SWT. Menangis karena persoalan-persoalan pribadi yang berkenaan dengan masalah romantika kehidupan memang dapat menyusutkan ketegangan (stress), penderitaan, kemarahan sekaligus melegakan hati. Tapi menangis karena Allah jauh lebih bermanfaat dan bermartabat bagi hamba-hambaNya yang beriman. Tak sedikit firman-firman Allah yang meng-apresiasi perihal menangis ini: "Dan mereka tundukkan dagunya (mukanya) seraya menangis dan mereka bertambah khusyu'" (Qs. 17: 109); "Apakah kamu heran dengan sebab berita (Al-Qur'an) ini, dan kamu tertawa dan tidak menangis, sedang kamu melengahkannya?" (Qs. 53: 59-61).
Mungkin anda pernah mendengar ungkapan "hati yang membatu" atau dalam istilah bahasa ujaran "hati betukuk". Mungkin lebih keras dari batu alami sebagaimana firman Allah: "Kemudian sesudah itu hati kamu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Dan sungguh di antara batu itu ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya, dan sungguh di antaranya ada yang terbelah, lalu keluarlah mata air daripadanya, dan sungguh di antaranya ada yang jatuh karena takut kepada Allah. Dan Allah tiada lalai dari apa yang kamu kerjakan." (Qs. 2: 74). Seperti halnya air (sungai, laut) yang mampu melunakkan (mengikis) bebatuan, batu karang sekalipun; demikianlah cucuran airmata yang mampu melunakkan hati kita yang membatu. Hati yang lunak ataupun lemah-lembut adalah hati yang peka terhadap ayat-ayat Allah: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah apabila disebut (nama) Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka dan mereka bertawakkal kepada Tuhannya." (Qs. 2: 2). Dan dalam lain firmanNya: " ... Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pengasih kepada mereka, mereka tunduk bersujud dan menangis." (Qs. 19: 58). Subhanallah!
Sungguh besar manfaat menangis karena Allah ini, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits: Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah telah bersabda, "Tidak akan masuk ke dalam neraka, seseorang yang pernah menangis karena takut kepada Allah, sehingga air susu kembali ke putingnya, dan tidak akan dapat bersatu debu saat berjihad fisabilillah dengan asap neraka jahanam." (HR. Tirmidzi). Maka kenapa anda berpantang menangis? Menangislah ... menangislah karena Allah. Menangislah selagi masih diberi umur di dunia ini, karena tidak ada gunanya lagi menangis di alam kubur dan yaumil mashar nanti. (@AMT, Ponti 1-3-2014).